Saturday, January 26, 2013

REFLEKSI SOSIAL KEAGAMAAN

Uraian dibawah ini merupakan contoh refleksi sosial keagamaan. Apa yang tertulis adalah sebuah persepsi..... akan sangat berarti jika anda mau berbagi ide dan gagasan bagi berkembangnya tulisan ini. 

BISAKAH POLITISI NYUMBANG MASJID DENGAN IHKLAS DAN BERSIH...........?



Dalam sebuah percakapan sederhana di warung kopi, tampak gayeng beberapa orang membicarakan berbagai hal yang cukup menarik. Mulai dari persoalan politik, agenda ekonomi nasional sampai persoalan Sosial keagamaan yang biasanya hanya menjadi topik bahasan diskusi para mahasiswa. Dalam beberapa hal topik mereka cukup menarik untuk didengarkan, dan cukup rumit untuk di pikirkan. Bagaimana tidak akan mengeryitkan dahi, kalau mengetahui bahwa tetangganya yang gemar mengadu keberuntungan lewat perjudian justru lebih suka menyumbang pembangunan mushola dari pada berjamaah di mushola itu. Bahkan jumlah sumbanganya jauh lebih banyak dibanding yang lainnya.
Tentu saja bagi kaum extrim kanan yang menjadikan Fiqih syari'at sebagai ideologi, bukan menjadi perkara yang sulit.  jawabanya sudah jelas tertulis bahwa amal tertsebut tertolak di hadapan Allah SWT. Sebab uang sumbangan tersebut di dapat dari jalan yang tidak di ridhoi Allah SWT.
Tetapi tetap saja perbuatan tersebut bagi sebagaian peserta forum yang lainnya adalah sebuah perbuatan yang baik yang memiliki kualitas ibadah jariyah. Karena ia telah menafkahkan sebagian hartanya di Jalan Allah.  Sedang perkara harta tersebut di dapatkan dari jalan yang tidak halal adalah lain persolan.
Apalagi, sambung sebagian yang lain, dirinya lebih suka meminta sumbangan pada orang semacam itu dari pada ke pegawai negeri yang menurut mereka terlalu cerewet. Apalagi yang pejabat, minta surat tugaslah, tanya pengantar dari kelurahan, RT/RW setempat. dan jika surat-surat itu sudah ditunjukan paling buanyak mereka nyumbang mung Lima ribu perak aja. Beda dengan tukang judi, begitu di datangi mereka langsung nyumbang dua ratus ribu tanpa banyak bicara.
Begitupun yang terjadi dengan pak Haji Nazar yang di kenal masyarakat sebagai pejabat politik yang baik dan suka nyumbang (loman). Beliau adalah penyandang dana sebagian  besar bangunan masjid. Namun belakangan ini sudah diketahui bahwa  beliau adalah seorang Koruptor yang telah merugikan negara Milyaran rupiah.

REFLEKSI POLITIK BAGI NEGERI

Uraian dibawah ini sebagai bahan refleksi bagi masyarakat. Agar supaya lebih berhati-hati, lebih waspada dan tidak tertipu dalam memilih wakil dan pemimpinya. sebab banyak dari politisi saat ini secara tiba-tiba berubah baik dan memasang muka manis dan ramah......

POLITISI sudahkah menepati Janjimu?...

Pak sugih adalah ketua RW di lingkunganya. Selain itu pak Sugih juga bisa di pandang sebagai tokoh masyarakat yang memiliki banyak pengaruh. Tiba-tiba saja...pak Sugih banyak kedatangan tamu. Beberapa dari mereka mengaku masih saudaranya, yang lain mengaku sebagai teman lama.
Tamu- tamu itu adalah para politisi yang ingin merekrut pak Sugih sebagai tim sukses. Mereka berjanji akan memberikan honor yang banyak jika menang, bahkan ada dari mereka yang berjanji, akan mem-PNS-kan salah satu anaknya.
Sore itu pas pak Sugih sedang ngaso di pematangan sawah. matanya menerawang jauh kedepan ke puncak gunung yang ada di sebarang sana. Dalam benaknya berkata....mareka para politisi yang musim lalu terpilih karena bantuanku...mereka para politisi yang sering nongol di TV karena kasus korupsi. .....kini mereka datang kembali kepadaku. Setelah semua yang dulu mereka janjikan tak satupun mereka tepati........Dasar bangsat....bajingan...jangan kira bisa mengKADALiku untuk kedua kalinya.........

Thursday, January 24, 2013

MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)



(Tulisan ini di ambil dari buku salah satu buku pedoman dalam sistem pemberdayaan PNPM Mandiri perkotaan )


MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)


Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia yang tidak pernah ada sebelumnya untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi dan kebebasan fundamental dalam satu paket. Dalam konteks inilah, negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs). Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target beserta indikatornya. MDGs menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan (oleh karena itu nilai IPM/HDI merupakan salah satu indikator keberhasilan  suatu negara dalam melaksanakan MDGs), memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang terukur. MDG didasarkan pada konsensus dan kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut.
            Target yang tercakup dalam MDGs sangat beragam, mulai dari mengurangi kemiskinan dan kelaparan, menun­taskan tingkat pendidikan dasar, mempromosikan kesamaan gender, mengurangi kematian anak dan ibu, mengatasi HIV/AIDS dan berbagai penyakit lainnya, serta memastikan kelestarian lingkungan hidup dan membentuk kemitraan dalam pelaksa­naan pembangunan
Ada beberapa tujuan pembangunan lain yang telah ditetapkan pada dekade 1960-an hingga 1980-an. Sebagian terlahir dari konferensi global yang diselenggarakan PBB pada 1990-an, termasuk KTT Dunia untuk Anak, Konfe­rensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua 1990 di Jomtien, Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan 1992 di Rio de Janeiro, dan KTT Dunia untuk Pembangunan Sosial 1995 di Copen­hagen. MDGs tidak bertentangan dengan komitmen global yang sebelumnya karena sebagian dari MDGs itu telah dicanangkan dalam Tujuan Pembangunan Internasional (IDG), oleh negara-negara maju yang tergabung dalam OECD pada 1996 hingga selan­jutnya diadopsi oleh PBB, Bank Dunia dan IMF.1 Sekalipun MDGs merupakan sebuah komitmen global tetapi diupayakan untuk lebih mengakomo­dasikan nilai-nilai lokal sesuai dengan karakteristik masing-masing negara sehingga lebih mudah untuk diaplikasikan.
Beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan MDGs adalah sebagai berikut: Pertama, MDGs bukan tujuan PBB, sekalipun PBB merupakan lembaga yang aktif ter­libat dalam promosi global untuk merealisasikan­nya. MDGs adalah tujuan dan tanggung jawab dari semua negara yang berpartisipasi dalam KTT Milenium, baik pada rakyatnya maupun secara ber­sama antar pemerintahan. Kedua, tujuh dari dela­pan tujuan telah dikuantitatifkan sebagai target dengan waktu pencapaian yang jelas, hingga me­mungkinkan pengukuran dan pelaporan kemajuan secara obyektif dengan indikator yang sebagian besar secara internasional dapat diperbandingkan. Ketiga, tujuan-tujuan dalam MDGs saling terkait satu dengan yang lain. Misalnya, Tujuan 1—menanggu­langi kemiskinan dan kelaparan yang parah—adalah kondisi yang perlu tapi belum cukup bagi pencapai­an Tujuan 2 hingga Tujuan 7. Demikian juga, tanpa kemitraan dan kerja sama antara negara miskin dan negara maju, seperti yang disebut pada Tujuan 8, negara-negara miskin akan sulit mewujudkan ketu­juh tujuan lainnya. Keempat, dengan dukungan PBB, terjadi upaya global untuk memantau kemajuan, meningkatkan perhatian, mendorong tindakan dan penelitian yang akan menjadi landasan intelektual bagi reformasi kebijakan, pembangunan kapasitas dan memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan un­tuk mencapai semua target. Kelima, 18 belas target dan lebih dari 40 indikator terkait ditetapkan untuk dapat dicapai dalam jangka waktu 25 tahun antara 1990 dan 2015. Masing-masing indikator digunakan untuk memonitor perkembangan pencapaian setiap tujuan dan target.

MDGs memiliki 8 (delapan) Tujuan (goals), 18 sasaran (Target) dan 58 Indikator.
GOAL (TUJUAN)
TARGET (SASARAN)
INDIKATOR
Tujuan Pertama :
MEMBERANTAS KEMISKINAN DAN KELAPARAN
Target 1 :
Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah satu dolar per hari menjadi setengahnya antara 1990-2015.
  1. Proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
  2. Proporsi penduduk berpendapatan di bawah $ 1 per hari.
  3. Kontribusi kuantil pertama penduduk berpendapatan terendah terhadap konsumsi nasional.

Target 2 :
Menurunkan proporsi penduduk yang menerita kelaparan menjadi setengahnya antara 1990-2015
  1. Prevelansi balita kurang gizi.
  2. Proporsi penduduk yang berada di bawah garis konsumsi kalori minimum (2100 kkal/per kapita/hari).
Tujuan Kedua:
MEWUJUDKAN PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA
Target 3:
Menjamin semua anak dimanapun baik laki-laki maupun perempuan dapat menjelesaikan jenjang pendidikan dasar pada 2015.
  1. Angka partisimasi murni di sekolah dasar
  2. Angka partisipasi murni di sekolah lanjutan pertama
  3. Proporsi murid yang berhasil mencapai kelas 5
  4. Proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan SD
  5. Proporsi murid di kelas 1 yang berhasil menyelesaikan 9 tahun pendidikan dasar.
  6. Angka melek huruf usia 15-24 tahun.
GOAL (TUJUAN)
TARGET (SASARAN)
INDIKATOR
Tujuan Ketiga:
MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Target 4 :
Menghilangkan ketimpangan gender ditingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada 2005, dan semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015.
  1. Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi yang diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap laki-laki.
  2. Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki dalam kelompok usia 15-24 tahun, yang diukur melalui angka melek huruf perempuan/laki-laki (indeks pantas melek huruf gender).
  3. Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian.
  4. Proporsi perempuan yang duduk di DPR.
Tujuan Keempat:
MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK
Target 5 :
Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990-2015.
  1. Angka kematian balita.
  2. Angka kematian bayi.
  3. Persentase anak di bawah satu tahun yang diimunisasi campak.
Tujuan Kelima:
MENINGKATKAN KESEHATAN IBU
Target 6 :
Menurunkan angka kematian sebesar tiga perempatnya antara 1990-2015.
  1. Angka kematian ibu
  2. Proporsi Pertolongan persalinan yang ditangani oleh tenaga persalinan terlatih.
  3. Angka pemakaian kontrasepsi.
Tujuan Keenam:
MEMERANGI PENYEBARAN HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA.
Target 7 :
Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus pada 2015.
  1. Prevalensi HIV di kalangan ibu hamil yang berusia antara 15-24 tahun.
  2. Penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi.
  3. Penggunaan kondom pada pemakai kontrasepsi.
  4. Presentase anak pada usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS.

Target 8 :
Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada 2015.
  1. Prevalensi malaria dan angka kematiannya.
  2. Presentase penduduk yang menggunakan cara pencegahan yang efektif untuk memerangi malaria.
  3. Prevalensi penduduk yang mendapat penanganan malaria secara efektif.
  4. Prevalensi tuberkulosis dan angka kematian penderita tuberkulosis dengan sebab apapun selama pengobatan OAT.
  5. Angka penemuan penderita tuberkulosis BTA positif baru.
  6. Angka kesembuhan penderita tuberkulosis.
GOAL (TUJUAN)
TARGET (SASARAN)
INDIKATOR
Tujuan Ketujuh:
MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Target 9 :
Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang.
  1. Proporsi luas lahan yang tertutup hutan
  2. Rasio luas kawasan lindung terhadap luas daratan.
  3. Energi yang dipakai per (setara barel minyak) per PDB (juta rupiah)
  4. Emisi CO2 per kapita
  5. Jumlah konsumsi zat perusak ozon (metrik ton).
  6. Proporsi penduduk berdasarkan bahan bakar untuk memasak.
  7. Proporsi penduduk yang menggunakan kayu bakar dan arang untuk memasak.

Target 10 :
Penuirunan sebesar separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015.
  1. Proporsi penduduk dengan akses terhadap sumber air minum yang terlindungi dan berkelanjutan.
  2. Proporsi penduduk dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak.

Target 11 :
Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.
  1. Proporsi rumah tangga dengan status rumah milik atau sewa.
Tujuan Kedelapan:
MEMBANGUN KEMITRAAN GLOBAL DALAM PEMBANGUNAN
Target 12 :
Membangun tatanan perdagangan dan keuangan yang terbuka, dapat diperhitungkan dan tidak diskriminatif.
  1. Komitmen untuk membangun tata pengelolaan pemerintahan yang baik dan penanggulangan kemiskinan, tingkat nasional dan internasional.

Target 13 :
Memperhatikan bantuan khusus bagi negara berkembang.
  1. Bantuan pembangunan (Official Development Assistance sebagai persentase bantuan negara-negara maju (target 0,7% dari keseluruhan dan 0,15% untuk negara berkembang.
  2. Proporsi bantuan pembangunan untuk pelayanan sosial dasar (pendidikan dasar, pelayanan kesehatan masyarakat, gizi, air bersih dan sanitasi).
  3. Proporsi bantuan pembangunan yang tidak terikat.
  4. Proposi bantuan pembangunan untuk lingkungan di negara-negara berkembang kepulauan kecil.
  5. Proporsi bantuan pembangunan untuk sektor transportasi di negara-negara tanpa perairan laut.
GOAL (TUJUAN)
TARGET (SASARAN)
INDIKATOR

Target 14 :
Memperhatikan kebutuhan khusus negara tanpa perairan laut dan negara kepulauan kecil.
  1. Rata-rata tarif dan quota pada hasil pertanian dan tekstil dan bahan pakaian.
  2. Subsidi pertanian domestik dan ekspor di negara-negara OECD.
  3. Proporsi bantuan pembangunan disediakan untuk mengembangkan kapasitas perdagangan.

Target 15 :
Mengupayakan jalan keluar yang menyeluruh atas hutang negara-negara berkembang melalui pembahasan nasional dan internasional agar dicapai pengendalian hutang dalam jangka panjang.
  1. Proporsi pembatalan resmi hutan bagi negara-negara (HIPC).
  2. Proporsi debt service sebagai persentase ekspor dari barang-barang dan jasa-jasa.
  3. Proporsi bantuan pembangunan sebagai pengurangan hutang.
  4. Negara-negara yang telah mencapai HIPC dan penyelesaiannya.

Target 16 :
Dalam rangka kerjasama dengan negara-negara berkembang, membangun dan melaksanakan strategi penciptaan kerja yang baik dan produktif bagi pemuda.
  1. Angka pengangguran usia 15-24 tahun.

Target 17 :
Dalam rangka kerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakan akses obat-obatan penting di negara-negara berkembang.
  1. Proporsi penduduk dengan akses obat-obatan penting yang berkesinambungan.

Target 18 :
Dalam rangka kerjasama dengan sektor swasta, memastikan ketersediaan teknologi baru khususnya informasi dan komunikasi.
  1. Sambungan telepon per 1000 penduduk
  2. Komputer personal per 1000 penduduk.




Wednesday, January 23, 2013

PENTINGNYA KAMANDIRIAN BELAJAR BAGI SISWA

Kemandirian adalah unsur penting dalam belajar karena dengan adanya kemandirian belajar, keberhasilan dan prestasi siswa akan lebih mudah diperoleh. Diantara bentuk-bentuk kemandirian belajar siswa adalah kesadaran diri untuk belajar, adanya rasa percaya diri dalam menyesuaikan tugas-tugasnya, tidak mencontoh teman, tidak mencontek buku saat ujian dan memiliki pribadi yang berkualitas. Dimana pribadi yang berkualitas yaitu Eksploratif ( suka mencari, bertanya, meyelidiki, merumuskan pernyataan, mencari jawaban, peka menangkap gejala alam sebagai bahan untuk mengembangkan diri),  kreatif ( suka mencari hal-hal yang baru dan berguna, tidak mudah putus asa ketika berhadapan dengan kesulitan, maupun melihat alternatif ketika semua jalan buntu) dan integral ( mampu melihat dan menghadapi beragam kehidupan dalam keterpaduan yang realitas, utuh dan mengembangkan diri secara utuh).[1]

Mengenai upaya pembentukan kemandirian belajar ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, Kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[2] 
Upaya membentuk kemandirian belajar siswa merupakan suatu proses, dan proses ini hanya dapat dilaksanakan dalam suatu kegiatan belajar. Dalam hal ini Allah memerintahkan manusia untuk belajar sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al- Alaq ayat 1 - 5 
 
Terjamahan : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”[3]

Pada dasarnya pengalaman belajar bisa diperolah sepanjang hidup manusia, kapanpun dan dimana pun termasuk lingkungan keluarga dan masyarakat itu sendiri. Namun tak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan tempat yang paling strategis untuk melakukan  proses belajar. Sejak usia enam tahun yaitu sejak masuk Sekolah Dasar, siswa telah memperolah ketrampilan dasar membaca dan menulis. Dengan keterampilan dasar itu seharusnya siswa sudah memiliki modal dasar untuk mandiri dalam belajar. Sebagaimana pendapat Oemar Hamalil bahwa
“ Peserta didik memiliki kebutuhan yang perlu mendapat pemuasan melalui pendidikan sekolah, salah satu kebutuhan tersebut adalah belajar dan sukses di sekolah”.[4]

Namun demikian fonomena yang terjadi saat ini sangat bertolak belakang dengan apa yag sudah dicita-citakan, dimana kegiatan belajar dianggap siswa bukanlah suatu kegiatan yang perlu dilaksanakan secara mandiri, melainkan suatu kegiatan yang baru dilaksanakan jika ada tuntutan akademik, jika ada perintah guru, jika ada ujian. Keadaan seperti ini juga dibenarkan oleh A. Hope (yang dikutip oleh Ali Rohmat) mengatakan bahwa
 “apabila diberi kesempatan, mungkin lebih dari 80% murid-murid disekolah akan berusaha mencontek melalui bermacam-macam cara”.[5]

Dengan fakta tersebut dapat dikatakan bahwa minat dan kedisiplinan belajar anak semakin menurun.
Fakta-fatkta diatas tentu saja tidak boleh digenerallisir, sebab masing-masing siswa memiliki tingkat kecenderungan dan latar belakang, serta bakat dan minat belajar yang berbeda-beda. Tingkat kecenderungan siswa yang multi ini tentu juga menuntut dunia pendidikan bisa memberikan perlakuan yang multi pula kepada siswa. Hal ini ditujukan agar supaya siswa tidak kehilangan oreintasi belajarnya.
MI Annidhom sebagai salah satu lembaga pendidikan dasar berupaya untuk memberikan perlakuan yang sesuai dengan kompetensi dan kapasitas siswa. Hal ini dilakukan selain bertujuan untuk menumbuhkan bakat, minat dan potensi siswa juga untuk mencegah semakin meluasnya kecenderungan penurunan minat dan kedisiplinan belajar anak.
Penerapan strategi dan metode belajar yang pas dan akuratlah akhirnya dapat mengarahkan siswa menjadi pribadi yang unggul, mandiri, bersemangat, dan berorentasi  tinggi. Oleh sebab itu guru sebagai pelaku pendidikan dituntut bisa menciptakan dan mengembangkan kemandirian anak didik. Peran guru dalam hal ini bisa di wujudkan dengan mengajak peserta didik belajar berbuat dan mengalami langsung serta keterlibatan secara aktif dalam lingkungan belajar.
Dengan demikian kedepan di harapkan tradisi belajar bagi anak bukan hanya sebagai beban tuntutan akademik melainkan suatu kesadaran dan kemauan yang terus menerus tumbuh seiring dengan pertumbuhan anak dan perkembangan zaman. Kemandirian belajar siswa itu dapat ditunjukan melalui adanya hasrat bersaing siswa, siswa memiliki kepercayaan diri dan bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan, serta meningkatnya minat dan motivasi siswa, dan meningkatnya prestasi siswa di sekolah.   


[1]Paul Suparno, Reformasi Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius,2002),h.40.
[2] Undang-undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 beserta penjelasannya (Jakarta : Cemerlang,2003), h.7.
[3] Al-Qur’an dan Terjemahannya ayat 1-5(Semarang : CV Asy Syifa’,2000),h.479.
[4] Umar hamalil, Kurikulum dan Pembelajaran,(Jakarta : Bumi Aksara, 2003),h.7.
[5] Ali Rahmad, Kapita Selekta Pendidikan (Tulungagung : Pusat Penerbitan dan Publikasi Sekolah 
   Tinggi Agama Islam Negeri Tulungagung : 2003), h. 91